Minggu, 11 Januari 2009

Pelurusan Soal Skizofrenia



Saya hanya mencoba memberikan suatu tinjauan keilmuan psikiatri mengenai pernyataan yang Saudara Helwan Purwanegara tulis dalam kolom buku pilihan yang berjudul "Ruang Batin Penderita Skizofrenia" pada halaman 12 Koran Tempo edisi Minggu, 12 Desember 2004. Hal ini saya lakukan agar nantinya tidak timbul persepsi yang keliru di kalangan masyarakat mengenai bentuk bantuan yang dapat seorang psikiater berikan demi penyembuhan seorang penderita skizofrenia.

Tulisan resensi yang Saudara buat itu cukup baik dalam menganalisis poin-poin penting dalam buku Ratu Adil, Memoar Seorang Skizofren atas dasar pemahaman keilmuan psikologi yang Saudara miliki mengenai suatu gangguan skizofrenia. Tapi kemudian timbul pertanyaan dalam benak saya ketika membaca tiga paragraf akhir dari tulisan tersebut.

Terdapat tiga hal penting yang sepertinya harus saya luruskan menyangkut pernyataan Saudara mengenai suatu gangguan skizofrenia. Yang pertama, saya setuju dengan pernyataan Saudara yang mengatakan bahwa tradisi psikiatri klinik cenderung merepresi pengalaman-pengalaman yang tidak nyata (patologis) pada penderita skizofrenia.

Hal ini berkaitan dengan masalah reality testing ability (RTA) atau kemampuan daya nilai realitas penderita skizofrenia yang mengalami gangguan seperti adanya waham dan halusinasi. Obat-obatan antipsikotik digunakan untuk menekan gejala positif yang terjadi pada penderita skizofrenia itu, bukan obat-obatan antidepresan seperti yang Saudara tulis dalam paragraf tersebut.

Yang kedua, saya kurang setuju dengan pernyataan Saudara yang mengatakan bahwa skizofrenia adalah problem psikologis dan bukan problem biologis. Sebab, penyebab gangguan kejiwaan itu (dalam hal ini skizofrenia) merupakan satu kesatuan dari tiga aspek, yaitu bio-psiko-sosial.

Sejak memasuki abad milenium ini, justru masalah biologis menjadi topik bahasan yang sangat menarik bagi kalangan peneliti psikiatri biologik di dunia dalam menemukan penjelasan biologis di otak dari gangguan skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian terbaru dalam jurnal psikiatri mengenai kaitan neurotransmitter dopamin, serotonin, efinefrin, dan norefinefrin dengan gangguan kejiwaan, dapat disimpulkan bahwa untuk setiap gangguan kejiwaan itu kini dapat diterangkan penjelasan biologisnya.

Yang ketiga, karena penyebab gangguan kejiwaan itu menyangkut tiga aspek tadi, penanganannya pun harus secara holistik antara problem biologis, psikologis, dan sosial. Jadi tidaklah benar kalau pemberian obat-obatan justru akan merusak saraf otak penderitanya. Sebab, seorang dokter pasti mempunyai dasar farmakologis tertentu dalam memberikan obat kepada pasiennya demi membantu penyembuhan.

Dokter Isa Multazam Noor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar