--> -->
1. Pendahuluan
Berbagai penelitian epidemiologi belakangan ini menunjukkan bahwa berbagai agen infeksi dapat menjadi faktor predisposisi dari schizophrenia, salah satunya adalah infeksi dari Toxoplasma gondii. Pada hewan, infeksi oleh Toxoplasma gondii dapat menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi neurotransmitter. Pada manusia, suatu infeksi Toxoplasma gondii akut dapat menghasilkan gejala psikosis yang menyerupai gejala yang biasanya terjadi pada seseorang yang mengidap schizophrenia.
Pemilihan topik Hubungan Antara Schizophrenia Dan Toxoplasma Gondii sebagai bahan literature review pada tugas parasitologi III kali ini dikarenakan penemuan peran dari Toxoplasma gondii pada etiologi dari schizophrenia sangat penting dan berkemungkinan mengarah pada pengobatan baru untuk pencegahan dan pengobatannya. Terima kasih, semoga berguna.
Literature review Ma jaman semester 5 nih,, semoga berguna!!
2. Isi
Toxoplasma dan Schizophrenia
Schizophrenia, penyebab dan gejalanya
“SCHIZOPHRENIA merupakan penyakita yang kejam,” kalimat itu bukanlah berlebihan apabila dilihat dari kenyataan mengenai schizophrenia itu sendiri. Schizophrenia merupakan suatu gangguan neuropsikiatrik yang menetap dengan penyebab yang hingga sekarang belum diketahui serta terjadi pada kurang lebih 1% dari populasi dewasa di Amerika Serikat dan Eropa [1], penyakit ini juga dapat mengenai seseorang yang berumur 16 hingga 30 tahun.
Psikoterapi merupakan salah satu pengobatan dalam penanganan pasien schizophrenia, akan tetapi pengobatan dan penanganan medis yang konstan dapat memberikan penyembuhan lebih dari 50% pasien, walaupun relaps penyakit juga sering terjadi, dan pada akhirnya mereka menghabiskan hidup mereka di rumah dan penampungan. Kurang lebih 40% dari pasien schizophrenia tidak mendapatkan pengobatan yang mereka butuhkan dan berakhir di jalanan atau di penjara – bahkan bunuh diri.
Peningkatan angka kejadian schizophrenia pada seseorang dengan salah satu anggota keluarganya juga marupakan pasien schizophrenia menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam etiologinya, dan beberapa calon gen predisposisi telah dapat diidentifikasi. Lingkungan merupakan salah satu faktor penting. Suatu penelitian epidemiologi menyatakan bahwa kelahiran saat musim semi hingga musim semi, kelahiran urban, dan infeksi perinatal dan postnatal merupakan faktor resiko perkembangan penyakit tersebut di kehidupannya mendatang.
Suatu gangguan dapat dinamakan sebagai schizophrenia apabila memiliki setidaknya satu dari gejala berikut, yaitu:
Thought echo; yaitu pengulangan isi dari pikirannya sendiri dialam kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama tapi kualitasnya beda.
Delusion of control; waham terhadap dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
Halusinasi auditorik; suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku orang tersebut, suara-suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar [2].
Atau memiliki paling sedikit dua gejala di bawah ini yang selalu ada dengan jelas:
Halusinasi yang menetap dari panca indra
Arus pikiran yang terputus atau mengalami sisipan, yang berakibat inkohorensi atau pembicaraan yang tidak relevan.
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh, gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, atau stupor.
Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial serta menurunnya kinerja sosial.
Adanya gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaki pada setiap fase prodromal nonpsikotik) [2].
Penyebab schizophrenia hingga saat ini masih belum bisa dipastikan, beberapa peneliti berspekulasi bahwa schizophrenia memiliki latar belakang infeksi [3]. Dimulai pada tahun 1845, neurologis Perancis, Jean E. Esquirol menulis bahwa “gangguan mental telah menjadi sebuah epidemik, ini merupakan sebuah kepastian bahwa ada beberapa tahun tertentu dimana gangguan tersebut meningkat pada individu” mewabahnya psikosis setelah terjadinya epidemik pada influenza di tahun 1918 dan penemuan bahwa syphilis dapat menyebabkan demensia memberikan kepercayaan yang lebih pada teori-teori serupa. Pada tahun 1922, Karl Menninger, seorang psikiater berhipotesis bahwa schizophrenia merupakan suatu contoh dari efek samping dari virus encephalitis [4].
Infeksi Toxoplasma gondii (Toxoplasmosis), siklus hidup dan penyebarannya
Toxoplasma gondii merupakan parasit intraseluler. Siklus hidupnya hanya dapat disempurnakan hanya dengan perantara kucing atau genus felis yang lainnya. yang merupakan hospes definitive baginya. Namun demikian, Toxoplasma gondii juga dapat menyerang berbagai macam intermediate host, termasuk manusia. Pada sebagian jenis mamalia, Toxoplasma gondii dikenal sebagai salah satu penyebab hidrocephalus, pembesaran ukuran vertrikular, kerusakan kognitif, infeksi primer pada ibu hamil, aborsi, kelahiran mati (stillbirth) serta infeksi otot dan jaringan otak [2].
Toxoplasma gondii dapat melewati plasenta dan menginfeksi fetus, sehingga dapat menyebabkan Toxoplasmosis congenital yang meliputi perubahan abnormal pada kepala (hydrocephalus ataupun microcephalus), kalsifikasi intracranial, ketulian, kejang-kejang, cerebral palsy, gangguan retina, dan retardasi mental [4].
Prevalensi serologi menyebutkan bahwa toxoplasmosis merupakan salah satu dari infeksi kuman yang tersebar di seluruh dunia. Infeksi lebih sering terjadi pada cuaca hangat dan pada dataran rendah dibandingkan dengan daerah bdengan cuaca dingin dan daerah pegunungan. Prevalensi infeksi Toxoplasma gondii di Perancis telah terhubung dengan kebiasaan memakan makanan mentah atau yang tidak dimasak dengan benar. Sementara prevalensi infeksi Toxoplasma gondii di Amerika Selatan telah dihubungkan dengan frekuensi hewan liar pada cuaca yang mendukung kehidupan oocysts [5].
Respon imun seseorang akan sangat bervariasi terhadap infeksi Toxoplasma gondii, seperti status imun, waktu terjadinya infeksi, komposisi genetik pada host dan organisme itu sendiri [6].
Gejala neurologis dan penelitian terkait dengan infeksi Toxoplasma gondiiBeragam gejala neurologis, seperti gangguan koordinasi, tremor, dan kejang telah terlihat pada domba, babi, hewan ternak, kelinci dan monyet yang terinfeksi Toxoplasma gondii. Manusia dapat terinfeksi Toxoplasma gondii dengan melakukan kontak dengan kotoran kucing, atau dengan memakan makanan yang tidak dimasak hingga matang [1].
Berbagai gejala neurologis yang sering dikaitkan dengan infeksi Toxoplasma gondii telah banyak menjadi perhatian dan banyak penelitian dengan topik tersebut telah dilakukan.
Rendahnya usaha pencarian nilai-nilai moral atau prinsip yang orisinil pada seseorang dengan Toxoplasma-positive memperlihatkan bahwa seseorang dengan infeksi Toxoplasma gondii umumnya lebih reflektif, cenderung untuk mencari informasi yang lebih detail dalam memaparkan suatu pendapat dan tidak dapat dipengaruhi dengan mudah. Mereka cenderung lebih tertutup, lamban, dan terkontrol, mereka juga bersifat lebih terorganisir, berlandaskan metode-metode tertentu, dan lebih menyukai aktivitas dengan peraturan yang mengikat dan dengan regulasi tertentu [7].
Adanya hubungan antara toxoplasmosis laten dan skor ‘rendahnya usaha pencarian nilai-nilai moral’ (low novelty seeking scores) telah dilaporkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara toxoplasmosis dan rendahnya usaha pencarian nilai-nilai moral tidak disebabkan oleh adanya hubungan parallel antara resiko dari infeksi Toxoplasma dan tempat serta ukuran tempat tinggal, juga antara tempat serta ukuran tempat tinggal dan skor ‘rendahnya usaha pencarian nilai-nilai moral’.
Yang mengejutkan adalah infeksi toxoplasmosis dan CMV berhubungan dengan rendahnya skor ‘rendahnya usaha pencarian nilai-nilai moral’ hanya pada kota-kota besar. Hingga sekarang, fenomena tersebut belum dapat dijelaskan.
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa seseorang yang terinfeksi Toxoplasma gondii medapatkan nilai lebih rendah pada kecerdasan verbal, yang diukur dengan Tes Otis dan menunjukkan kemungkinan yang lebih rendah dalam mendapatkan pendidikan sekunder dibandingkan seseorang yang tidak terinfeksi Toxoplasma gondii.
Secara teoritis, infeksi yang terjadi dapat menyebabkan perubahan perilaku, faktor personal dapat mempengaruhi resiko dari infeksi, dan faktor pendukung lainnya, seperti status ekonomi, memiliki peran pada dimensi personal dan resiko infeksi.
Dapat pula disimpulkan bahwa infeksi tersebut, lebih tepatnya keberadaan patogen dalam otak dari penderita infeksi, menstimulasi perubahan level neurotransmitter, yang menyebabkan perubahan perilaku dan dimensi personal.
Penelitian yang telah dilakukan mengenai adanya hubungan antara Schizophrenia dan infeksi Toxoplasma gondii pada manusia.
Pembaharuan dalam dunia psikiatri dan parasitologi yang mengarah pada peran dari agen infeksi pada schizophrenia pertama kali diajukan pada tahun 1896 [8]. editorial ini memfokuskan diri pada bukti-bukti spesifik yang menghubungkan antara infeksi Toxoplasma gondii dan penyebab dari beberapa kasus schizophrenia.
Beberapa kasus toxoplasmosis akut pada orang dewasa dihubungkan dengan delusi dan halusinasi. Beberapa gejala yang dilaporkan pada beberapa pasien dengan delusi, gangguan kepribadian paranoid dan berbicara dengan tidak teratur di diagnosis sebagai schizophrenia pada awalnya, akan tetapi gejala neurologist berkembang dan mengarah pada diagnosis tepat dari Toxoplasma encephalitis.
Telah dilakukan banyak penelitian mengenai antibodi Toxoplasma gondii pada orang dengan schizophrenia dan beberapa gangguan psikis yang serius lainnya, dengan hasil; 18 penelitian melaporkan adanya peningkatan persentase antibodi pada seseorang dengan berbagai gangguan psikis tersebut; pada 11 penelitian dari keseluruhan penelitian tersebut, perbedaan yang terjadi tampak signifikan secara statistik. Beberapa pengobatan yang digunakan untuk mengobati schizophrenia menghambat replikasi Toxoplasma gondii pada kultur sel. [1]
Suatu penelitian menduga bahwa seseorang dengan hasil tes serologi positif terinfeksi Toxoplasma mengalami perubahan psikiatri tanpa harus memiliki gejala klinis dari infeksi Toxoplasma. Pada penelitian tersebut, pasien yang memiliki serum antibody Toxoplasma gondii diberikan questionnaire kepribadian menunjukkan bahwa keberadaan serum antibody Toxoplasma gondii berhubungan dengan adanya perubahan perilaku dan kemampuan psikomotor [9].
Suatu penelitian di Cina pada yang diterbitkan Acta Psychiatrica Scandinavica pada Juli 2006 menemukan bahwa titer IgG Toxoplasma gondii labih tinggi 2.22 hingga 5.12 kali pada pasien dengan schizophrenia dibandingkan dengan kelompok kontrolnya, akan tetapi keadaan serupa tidak ditemukan pada titer IgM dari Toxoplasma gondii [10]. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 yang menyatakan adanya kenaikan signifikan pada titer IgA, IgG dan IgM antibodi Toxoplasma pada pasien dengan serangan schizophrenia pertama (first-episode schizophrenia) [11].
Telah temukan bahwa toxoplasmosis dan kontak dengan kucing berhubungan dengan peningkatan resiko schizophrenia [1,12]. Jumlah dopamine yang terdapat dalam otak diduga kuat berperan dalam menyebabkan schizophrenia [13].
Penemuan peran dari Toxoplasma gondii pada etiologi dari schizophrenia berkemungkinan mengarah pada pengobatan baru untuk pencegahan dan pengobatannya.
Daftar Pustaka
1. Torrey EF, Yolken RH: Toxoplasma gondii and schizophrenia. Emerg Infect Dis 2003, 9:1375-1380.
2. FK UI: Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius FK UI 2001
3. Yolken RH, Torrey EF: Hypothesis of a viral etiology in bipolardisorder. In Bipolar disorders. Basic mechanisms and therapeutic impli-cations Edited by: Soares JC and Gershon S. New York, MarcelDekker, Inc; 2002:305-315
4. E. Fuller Torrey and Robert Yolken, An Interview
5. Center Disease Center introduction to Toxoplasmosis
6. Suzuki Y. Host resistance in the brain against Toxoplasma gondii. J Infect Dis 2002;185 (suppl 1):S58–S65.
7. Novotná et al. Probable neuroimmunological link between Toxoplasma and cytomegalovirus infections and personality changes in the human host. BMC Infectious Diseases 2005, 5:54
8. Is insanity due to a microbe? [editorial] Sci Am 1896;75:303.
9. Havlicek J, Gasova Z, Smith AP, Zvara K, Flegr J. Decrease of psychomotor performance in subjects with latent ‘asymptomatic’ toxoplasmosis. Parasitology 2001;122:515-20Wang H-L et al, Acta Psychiatrica Scandinavica 2006; 114, 1: 40-48
10. Wang H-L et al, Acta Psychiatrica Scandinavica 2006; 114, 1: 40- 48
11. Yolken RH, Bachmann S, Roslanova I, Lillehoj E, Ford G, Torrey EF, Schroeder J: Antibodies to Toxoplasma gondii in individuals with first-episode schizophrenia. Clin Infect Dis 2001, 32:842-844.
12. Cook I, Derrick EH. The incidence of Toxoplasma antibodies in mental hospital patients. Australas Ann Med 1961;10:137-41.
13. Torrey EF, McGuire M, O’Hare A, Walsh D, Spellman MP. Endemic psychosis in western Ireland. Am J Psychiatry 1984;141:966-70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar