Minggu, 11 Januari 2009

Pelurusan Soal Skizofrenia



Saya hanya mencoba memberikan suatu tinjauan keilmuan psikiatri mengenai pernyataan yang Saudara Helwan Purwanegara tulis dalam kolom buku pilihan yang berjudul "Ruang Batin Penderita Skizofrenia" pada halaman 12 Koran Tempo edisi Minggu, 12 Desember 2004. Hal ini saya lakukan agar nantinya tidak timbul persepsi yang keliru di kalangan masyarakat mengenai bentuk bantuan yang dapat seorang psikiater berikan demi penyembuhan seorang penderita skizofrenia.

Tulisan resensi yang Saudara buat itu cukup baik dalam menganalisis poin-poin penting dalam buku Ratu Adil, Memoar Seorang Skizofren atas dasar pemahaman keilmuan psikologi yang Saudara miliki mengenai suatu gangguan skizofrenia. Tapi kemudian timbul pertanyaan dalam benak saya ketika membaca tiga paragraf akhir dari tulisan tersebut.

Terdapat tiga hal penting yang sepertinya harus saya luruskan menyangkut pernyataan Saudara mengenai suatu gangguan skizofrenia. Yang pertama, saya setuju dengan pernyataan Saudara yang mengatakan bahwa tradisi psikiatri klinik cenderung merepresi pengalaman-pengalaman yang tidak nyata (patologis) pada penderita skizofrenia.

Hal ini berkaitan dengan masalah reality testing ability (RTA) atau kemampuan daya nilai realitas penderita skizofrenia yang mengalami gangguan seperti adanya waham dan halusinasi. Obat-obatan antipsikotik digunakan untuk menekan gejala positif yang terjadi pada penderita skizofrenia itu, bukan obat-obatan antidepresan seperti yang Saudara tulis dalam paragraf tersebut.

Yang kedua, saya kurang setuju dengan pernyataan Saudara yang mengatakan bahwa skizofrenia adalah problem psikologis dan bukan problem biologis. Sebab, penyebab gangguan kejiwaan itu (dalam hal ini skizofrenia) merupakan satu kesatuan dari tiga aspek, yaitu bio-psiko-sosial.

Sejak memasuki abad milenium ini, justru masalah biologis menjadi topik bahasan yang sangat menarik bagi kalangan peneliti psikiatri biologik di dunia dalam menemukan penjelasan biologis di otak dari gangguan skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian terbaru dalam jurnal psikiatri mengenai kaitan neurotransmitter dopamin, serotonin, efinefrin, dan norefinefrin dengan gangguan kejiwaan, dapat disimpulkan bahwa untuk setiap gangguan kejiwaan itu kini dapat diterangkan penjelasan biologisnya.

Yang ketiga, karena penyebab gangguan kejiwaan itu menyangkut tiga aspek tadi, penanganannya pun harus secara holistik antara problem biologis, psikologis, dan sosial. Jadi tidaklah benar kalau pemberian obat-obatan justru akan merusak saraf otak penderitanya. Sebab, seorang dokter pasti mempunyai dasar farmakologis tertentu dalam memberikan obat kepada pasiennya demi membantu penyembuhan.

Dokter Isa Multazam Noor

Apa dan Bagaimana Gangguan Kejiwaan?

-->

Depresi

Tidak mudah mendepinisikan Depresi secara tepat. Depresi lebih parah daripada sekedar perasaan putus asa sesaat; depresi adalah penyakit yang menguras emosi, yang secara serius mengganggu kesanggupan seseorang untuk melakukan aktivitasnya secara normal.

Dokter Andrew Slaby menggambarkan parahnya kondisi depresi itu begini, "Bayangkan nyeri pisik terhebat yang pernah anda rasakan --patah tulang, sakit gigi, atau sakit bersalin-- lipat gandakan sepuluh kali dan bayangkan anda tidak tahu penyebabnya; barulah anda mungkin dapat mengira-ngira seberapa menyiksanya depresi itu."

Menurut Dr.H.M. Surya, istilah depresi digunakan untuk menamai suatu bentuk gejala gangguan mental yang ditandai dengan penekanan perasaan yang amat mendalam.
Sedangkan depresi terselubung merupakan gejala perasaan tertekan dalam diri orang-orang yang secara keseluruhan tergolong normal. Meskipun terjadi pada orang-orang normal, akan tetapi rasa tertekan ini akan mempengaruhi keseluruhan perilakunya. Bila keadaan ini dibiarkan terus-menerus maka penampilan kepribadiannya pun akan mengalami gangguan dan bukan mustahil dapat menjadi depresi yang sebenarnya.
Para individu yang dianggap mendapat gangguan depresi terselubung sering mendapat kesulitan dalam perilaku kehidupannya. Gangguan ini tidak hanya menghambat diri yang bersangkutan saja, akan tetapi secara tidak langsung dapat mengganggu kehidupan lingkungan.
Dalam kadar tertentu gejala depresi terselubung banyak dihadapi oleh berbagai pihak baik disadari atau tidak, dan pada umunya tidak disadari oleh yang bersangkutan.

Seseorang yang depresi sungguh-sungguh merasa pedih. Kepedihan itu benar-benar tak terbayangkan, juga bukan aksi pura-pura untuk sekedar menarik perhatian. --(Sedarlah!)

Lebih lengkap tentang Depresi, klik link berikut :

Gangguan Afektif
Gangguan Mental dan Bunuh Diri
Depresi terselubung
Ruang Remaja
Pengalamanku

Ansietas

Ansietas dan kecemasan, kembar yang tidak dapat dipisahkan!
Ada hal-hal yang buruk yang dapat Anda derita tetapi ansietas dan kecemasan adalah masalah- masalah yang umum terjadi. Mengapa demikian? Pertama-tama ansietas dan kecemasan sangat berhubungan dengan rasa takut. Rasa takut dapat merupakan emosi yang sangat kuat dan ada alasan-alasan biologis untuk itu.

Ansietas adalah perasaan yang Anda alami ketika Anda terklalu mengkhawatirkan kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang terjadi di mas depan yangtidak bisa Anda kendalikan dan yang jika itu terjadi, akan dinilai sebagai 'mengerikan', atau dapat mengungkapkan bahwa Anda adalah orang yang benar-benar tidak mampu menata pikiran Anda sendiri.


Selengkapnya...



Gangguan Bipolar

Menurut Barbara D.Ingersol, Ph.D dan Sam Goldstain, gangguan bipolar (juga dikenal sebagai ganguan manik depresif) adalah "suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi yang diselingi dengan periode manakala suasana hati dan energi sangat meningkat. begitu meningkatnya hingga melampaui batas normal suasana hati yang baik". Fase peningkatan ini disebut mania. Gejalanya mungkin mencakup berpikir dengan sangat cepat. Cerewet, dan penurunan kebutuhan untuk tidur. Bahkan, sipenderita dapat terjaga selama berhari-hri tanpa tidur, tetapi tidak menunjukan tanda-tanda kehabisan energi. Gejala lain dari gangguan bipolar adalah perilaku yang sangat impulsif tanpa memikirkan konsekwensi.

"Mania sering kali mempengaruhi cara berpikir, penilaian, dan prilaku sosial dengan cara yang menimbulkan problem serius dan hal-hal yang memalukan," kata laporan yang dibuat oleh Institut Kesehatan Mental Nasional AS. Berapa fase mania ini berlangsung? kadang-kadang hanya beberapa hari; dalam kasus lain, mania terus berlangsung selama beberapa bulan sebelum akhirnya digantikan oleh pasangannya, depresi.


Selengkapnya...

Skizofrenia

Apa sebenarnya skizofrenia? Siapa saja yang bisa terkena penyakit yang menyerang otak ini? Bagaimana penyakit ini menyerang manusia? Apa saja gejalanya? Pertanyaan-pertanyaan ini kerap meligkupi kaum awam atau keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia.

Menurut situs resmi www.schizophrenia.com, skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia.

Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.


Selengkapnya...

Lebih lengkap dan detail tentang depresi, ansietas, gangguan bipolar, skizofrenia dan gangguan kejiwaan lainya, kunjungi situs-situs berikut ini:
www.narsad.org
www.bipolarfocus.org
www.schizophrenia.com

DAMPAK ELECTROCONVULSIVE THERAPY TERHADAP KEMAMPUAN MEMORY KLIEN DI RSJP BANDUNG

-->

Depresi

Tidak mudah mendepinisikan Depresi secara tepat. Depresi lebih parah daripada sekedar perasaan putus asa sesaat; depresi adalah penyakit yang menguras emosi, yang secara serius mengganggu kesanggupan seseorang untuk melakukan aktivitasnya secara normal.

Dokter Andrew Slaby menggambarkan parahnya kondisi depresi itu begini, "Bayangkan nyeri pisik terhebat yang pernah anda rasakan --patah tulang, sakit gigi, atau sakit bersalin-- lipat gandakan sepuluh kali dan bayangkan anda tidak tahu penyebabnya; barulah anda mungkin dapat mengira-ngira seberapa menyiksanya depresi itu."

Menurut Dr.H.M. Surya, istilah depresi digunakan untuk menamai suatu bentuk gejala gangguan mental yang ditandai dengan penekanan perasaan yang amat mendalam.
Sedangkan depresi terselubung merupakan gejala perasaan tertekan dalam diri orang-orang yang secara keseluruhan tergolong normal. Meskipun terjadi pada orang-orang normal, akan tetapi rasa tertekan ini akan mempengaruhi keseluruhan perilakunya. Bila keadaan ini dibiarkan terus-menerus maka penampilan kepribadiannya pun akan mengalami gangguan dan bukan mustahil dapat menjadi depresi yang sebenarnya.
Para individu yang dianggap mendapat gangguan depresi terselubung sering mendapat kesulitan dalam perilaku kehidupannya. Gangguan ini tidak hanya menghambat diri yang bersangkutan saja, akan tetapi secara tidak langsung dapat mengganggu kehidupan lingkungan.
Dalam kadar tertentu gejala depresi terselubung banyak dihadapi oleh berbagai pihak baik disadari atau tidak, dan pada umunya tidak disadari oleh yang bersangkutan.

Seseorang yang depresi sungguh-sungguh merasa pedih. Kepedihan itu benar-benar tak terbayangkan, juga bukan aksi pura-pura untuk sekedar menarik perhatian. --(Sedarlah!)

Lebih lengkap tentang Depresi, klik link berikut :

Gangguan Afektif
Gangguan Mental dan Bunuh Diri
Depresi terselubung
Ruang Remaja
Pengalamanku

Ansietas

Ansietas dan kecemasan, kembar yang tidak dapat dipisahkan!
Ada hal-hal yang buruk yang dapat Anda derita tetapi ansietas dan kecemasan adalah masalah- masalah yang umum terjadi. Mengapa demikian? Pertama-tama ansietas dan kecemasan sangat berhubungan dengan rasa takut. Rasa takut dapat merupakan emosi yang sangat kuat dan ada alasan-alasan biologis untuk itu.

Ansietas adalah perasaan yang Anda alami ketika Anda terklalu mengkhawatirkan kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang terjadi di mas depan yangtidak bisa Anda kendalikan dan yang jika itu terjadi, akan dinilai sebagai 'mengerikan', atau dapat mengungkapkan bahwa Anda adalah orang yang benar-benar tidak mampu menata pikiran Anda sendiri.


Selengkapnya...



Gangguan Bipolar

Menurut Barbara D.Ingersol, Ph.D dan Sam Goldstain, gangguan bipolar (juga dikenal sebagai ganguan manik depresif) adalah "suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi yang diselingi dengan periode manakala suasana hati dan energi sangat meningkat. begitu meningkatnya hingga melampaui batas normal suasana hati yang baik". Fase peningkatan ini disebut mania. Gejalanya mungkin mencakup berpikir dengan sangat cepat. Cerewet, dan penurunan kebutuhan untuk tidur. Bahkan, sipenderita dapat terjaga selama berhari-hri tanpa tidur, tetapi tidak menunjukan tanda-tanda kehabisan energi. Gejala lain dari gangguan bipolar adalah perilaku yang sangat impulsif tanpa memikirkan konsekwensi.

"Mania sering kali mempengaruhi cara berpikir, penilaian, dan prilaku sosial dengan cara yang menimbulkan problem serius dan hal-hal yang memalukan," kata laporan yang dibuat oleh Institut Kesehatan Mental Nasional AS. Berapa fase mania ini berlangsung? kadang-kadang hanya beberapa hari; dalam kasus lain, mania terus berlangsung selama beberapa bulan sebelum akhirnya digantikan oleh pasangannya, depresi.


Selengkapnya...

Skizofrenia

Apa sebenarnya skizofrenia? Siapa saja yang bisa terkena penyakit yang menyerang otak ini? Bagaimana penyakit ini menyerang manusia? Apa saja gejalanya? Pertanyaan-pertanyaan ini kerap meligkupi kaum awam atau keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia.

Menurut situs resmi www.schizophrenia.com, skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia.

Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.


Selengkapnya...

Lebih lengkap dan detail tentang depresi, ansietas, gangguan bipolar, skizofrenia dan gangguan kejiwaan lainya, kunjungi situs-situs berikut ini:
www.narsad.org
www.bipolarfocus.org
www.schizophrenia.com

Terapi Halilintar untuk Penderita Schizophrenia



-->

YOGYAKARTA -- Tujuh calon legislatif dinyatakan tidak lolos tes kesehatan jiwa. Diperkirakan jumlah itu masih akan bertambah. Meski masih dalam taraf ringan, mereka dipastikan menderita gangguan jiwa (schizophrenia) dan antisosial.

Kondisi ini sangat memprihatinkan. Menurut psikolog klinis Universitas Gadjah Mada, Yayi Suryo Prabandari MSi, jumlah penderita schizophrenia seperti gunung es. Banyak penderita yang gejalanya masih tersembunyi, belum termanifes.

Untuk mengungkap lebih jauh seluk-beluk dan pengobatan penyakit itu, Rumah Sakit Kejiwaan Puri Nirmala, Yogyakarta, menyelenggarakan simposium "Blitzkrieg Therapy Melawan 1.000 Schizophrenia dengan Variasinya", di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta, akhir pekan lalu.

Sekitar 400 orang peserta simposium memenuhi auditorium hotel itu. Sebagian dari mereka adalah mantan penderita schizophrenia, ada pula yang masih berobat jalan. Tak ketinggalan para orang tua. Mereka saling berbagi pengalaman, untuk merawat anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa.

Gejala positif dan negatif
Sindrom gangguan jiwa ini memiliki dua gejala, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif ditandai dengan manifestasi florig seperti waham atau halusinasi. "Gejala seperti ini biasanya mendorong penderita untuk dirawat di rumah sakit karena fungsi sosialnya menurun," kata ahli jiwa Prof. Dr. Soejono Prawirohadikusumo, 75 tahun, yang juga penemu metode blitzkrieg alias terapi halilintar.

Penyakit ini biasanya diderita secara kronis dan kambuh-kambuhan, dengan prevalensi seumur hidup satu persen. Sepuluh persen penderita schizophrenia, biasanya berakhir dengan bunuh diri.

Menurut Soejono, penderita Schizophrenia, sering merepotkan perawat dan petugas jaga. Suatu hari, ada seorang pasien yang baru datang, tiba-tiba memberontak. Pemuda itu berusaha melarikan diri dengan membobol eternit kamarnya, namun tidak berhasil kabur.

Setelah mendapat perawatan selama seminggu, pasien itu kembali tenang. "Pada hari keempat, biasanya pasien sudah tenang dan bisa berbincang normal," katanya.

Dijelaskan Soejono, seperti namanya--halilintar--terapi ini tidak membutuhkan waktu lama, maksimal tujuh hari rawat inap.

Hari pertama sampai hari keempat, pasien diberi obat dosis tinggi tiga kali sehari, tidak boleh absen. Selama itu pasien diisolasi, tidak boleh dijenguk.

Tujuannya untuk mengawasi sistem limbik. Selain itu, juga untuk menghilangkan perasaan bisikan-bisikan, bayangan atau ancaman. "Bila pasien mempunyai kecenderungan mengamuk, atau pergi, pasien tidur dalam posisi terikat," ujar ayah empat anak ini.

Selanjutnya, pada hari kelima hingga ketujuh, pasien sudah dalam kondisi normal sehingga bisa dilakukan psikoterapi. Hari berikutnya pasien dibekali satu kali suntikan di pantat dan boleh pulang. Sebulan sekali keluarga pasien harus melaporkan kegiatan pasien.

"Peran pengawasan keluarga dan laporan kegiatan ini sangat penting, agar kami bisa menentukan obat untuk bulan berikutnya. Jadi kesembuhan total pasien tergantung juga dari peran keluarga dan faktor keturunan," kata Soejono.

Metode pengobatan ini dikembangkan Soejono sejak 1989, namun baru diterapkan ke pasien pada 1994. Terapi ini, menurut Soejono, menghantam dua gejala positif maupun negatif secara bersamaan.

Sementara itu, pengobatan yang umum diberikan oleh para dokter maupun rumah sakit, hanya mengobati gejala positifnya saja. "Dengan pengobatan seperti itu pasien memang kelihatan sudah sembuh, padahal dia masih menyimpan gejala negatif," ujar mantan guru besar di UGM ini.

Sejak dimulainya terapi ini, Soejono melakukan pengamatan terhadap pasien-pasiennya. Hasilnya cukup menggembirakan. Dari seluruh pasien yang diobati, 90-95 persen penderita skizofrenia bisa sembuh total.

Diungkapkannya, metode penyembuhan ini tidak rumit dan sangat sederhana. Dia mengandaikan sebuah lagu, dirinya hanya mengaransemen saja. "Obatnya kan sudah ada, jadi saya ini hanya mengaransemen saja," ujarnya.

Menurut Soejono, umumnya gejala positif ini dihubungkan dengan ekses dopamine dalam sistem mesolimbik di otak, yang mengandung serabut-serabut proyeksi dari otak tengah menuju korteks frontal.

Schizophrenia juga sering disebut aktivitas hyperdopaminergic, karena itu pengobatannya harus dapat memblokir aktivitas receptor D2 di sistem mesolimbik otak secara selektif.

Mahal dan jangka panjang
Berdasarkan penelitian Prof. Dr. Aris Sudiyanto, guru besar Fakultas Kedokteran Jiwa Universitas Negeri Surakarta, 71,43 persen pasien schizophrenia yang mendapat pengobatan neuroleptik atipikal dapat mencapai remisi dan hanya 28,57 persen yang masih mempunyai gejala sisa.

Sebaliknya, pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik tipikal, 31,67 persen mencapai remisi dan sisanya masih mempunyai gejala sisa.

Dari 112 orang penderita schizophrenia yang diteliti, 17 orang pasien gugur dan sisanya dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pasien yang diberi pengobatan neuroleptik atipikal, pasien diberi clozapine, quetiapine, atau risperidone.

Dalam kelompok pengobatan tipikal, pasien diberi chlorpromazine, trifluoperazine atau haloperidol. "Sayangnya pengobatan neuroleptik atipikal ini mahal sehingga banyak dikeluhkan pasien. Apalagi pengobatan ini untuk jangka panjang," kata Aris.

Menurut Soejono, orang yang menderita skizofrenia memiliki kandungan dopamine yang sangat tinggi sehingga mesolimbik dan mesofrontalnya menumpuk.

Mestinya, mesolimbik (gejala positif) yang tugasnya menerima input dari luar terletak di tengah dalam otak, terpisah dengan mesofrontal (fungsinya mengolah semua informasi dari luar) yang ada di bagian depan (dahi). "Pada waktu pasien datang, lapisan tersebut posisinya gendong-gendongan atau bertumpuk," ujar Soejono.

Dengan metode blitzkrieg, gejala positif dan negatifnya dihantam dengan obat dosis tinggi sehingga lapisan itu bisa kembali ke posisi semula. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa sistem serotonergik dapat mempengaruhi pelepasan dopamine dalam sistem nigrostriatal.

Jadi untuk mengantisipasi dopamine, dilakukan blokade total D2 di striatum, antara lain dengan pemberian serotonin 5 HT 2 A antagonis. "Pemberian serotonin ini dapat berpengaruh ganda, yaitu menghilangkan gejala negatif dan mengurangi gejala-gejala samping extrapiramidal (EPS)."

Berdasarkan pengalaman, hambatan yang paling sering timbul ketika keluarga pasien tidak bisa mengerti cara pengobatan yang diterapkan pihak rumah sakit. Terkadang keluarga tidak tega dan ngotot tetap ingin mengunjungi pasien. "Akibatnya, pasien yang semula sudah agak tenang kambuh lagi," kata ayah pakar komunikasi Roy Suryo ini.

Hambatan lain muncul bila pasien juga menderita epilepsi atau intelegensi kurang. "Dengan tempelan penyakit ini, saya tidak bisa menjamin pasien bisa sembuh total, karena aransemen obatnya cukup sulit," kata Soejono yang pada 1977 pernah membuat gebrakan melepas orang-orang yang dipasung.

Kalau penyakit jiwa terberat saja bisa disembuhkan, tentu saja penyakit jiwa yang lebih ringan lebih mudah disembuhkan. ln idayanie/tempo news room

Schizophrenia






Schizophrenia
DEFINISI

Schizoprenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan mengganggu kerja dan fungsi sosial.

Schizophrenia adalah masalah kesehatan umum di seluruh dunia. Kejadian schizophrenia di seluruh dunia adalah kurang dari 1 persen, walaupun angka kejadian bisa lebih tinggi atau lebih rendah yang telah diketahui.

Di Amerika Serikat, orang dengan schizoprenia menempati sekitar seperempat tempat tidur rumah sakit dan tinggal kurang lebih 20 hari.

Schizophrenia lebih sering terjadi daripada penyakit Alzheimer, penyakit gula, atau multiple sklerosis.

Beberapa ciri-ciri kekacauan merupakan bagian dari gejala Schizophrenia. Kekacauan yang menyerupai Schizophrenia, tetapi dengan gejala yang ada kurang dari 6 bulan, hal ini disebut Schizophreniform.

Kekacauan dengan lama kegilaan berakhir sedikitnya 1 hari tetapi kurang dari 1 bulan disebut penyakit psikosis singkat.

Suatu kekacauan ditandai oleh adanya perasaan, seperti depresi atau keranjingan, serta gejala schizophrenia yang lebih khas disebut schizoaffective.

Suatu kekacauan watak yang mungkin mirip dengan gejala Schizophrenia, tetapi dengan gejala umum yang tidak begitu hebat seperti kriteria untuk kegilaan, disebut schizotypal kekacauan watak.

Jenis Schizophrenia

Beberapa peneliti percaya Schizophrenia adalah kekacauan tunggal, sedangkan yang lainnya percaya hal ini adalah sindrom (koleksi gejala) dari banyak sumber penyakit. Jenis Schizophrenia didasarkan pengelompokan pasien dengaan gejala yang sama.Tetapi pada penderita secara individu, jenisnya akan berubah dengan berjalannya waktu.

Schizophrenia paranoid ditandai dengan keasyikan dengan khayalan atau halusinasi pendengaran; berbicara ngawur dan emosi yang aneh menonjol.

Hebephrenic atau Schizophrenia tidak teratur ditandai dengan berbicara ngawur, kelakuan aneh, dan emosi datar yang aneh.

Schizophrenia Catatonic didominasi dengan gejala fisik seperti keadaan tak bergerak, gerak tubuh berlebihan, atau melakukan postur aneh.

Schizophrenia yang tak dapat digolongkan sering ditandai dengan gejala-gejala dari semua kelompok; khayalan dan halusinasi, memikirkan kekacauan dan kelakuan aneh, dan gejala defisit atau negatif.

Baru-baru ini, Schizophrenia sudah diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya dan keparahan gejala negatif atau defisit.

Pada pasien dengan jenis negatif atau defisit schizophrenia, dengan gejala negatif, seperti emosi yang datar, kekurangan motivasi, dan tidak punya tujuan yang menonjol.

Pada penderita dengan non-defisit atau paranoid sizofrenia, khayalan dan halusinasi sangat menonjol, tetapi memiliki relatif sedikit gejala negatif yang terpantau.

Pada umumnya, orang dengan Schizophrenia non-defisit cenderung menjadi tidak parah dan lebih responsif terhadap pengobatan.
PENYEBAB

Meskipun penyebab spesifik Schizophrenia tidak diketahui, kekacauan ini secara jelas mempunyai dasar biologi.

Banyak teori menyetujui model ”vulnerability-stress”, dimana schizophrenia sering terjadi pada orang yang secara biologis lemah. Apa yang membuat orang yang lemah menjadi Schizophrenia belum diketahui tetapi mungkin termasuk kecenderungan genetik; masalah setelah, selama, atau sesudah kelahiran; atau infeksi virus otak.

Kesulitan dalam mengolah informasi, ketidakmampuan untuk memberi perhatian, ketidakmampuan untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima secara sosial, dan ketidakmampuan untuk menanggulangi masalah umum mungkin menunjukkan kelemahan.

Di model ini, tekanan lingkungan, seperti peristiwa kehidupan menegangkan atau bagian masalah mendasar yang salah, menjadi pemicu datangnya dan kambuhnya Schizophrenia pada individu yang lemah.
GEJALA

Penderita Schizophrenia banyak terjadi antara usia 18 dan 25 tahun bagi laki-laki dan antara 26 sampai 45 untuk wanita. Tetapi, datangnya di masa kecil atau awal masa remaja atau di akhir masa hidup adalah jarang terjadi.

Datangnya mungkin mendadak, beberapa hari atau minggu, atau lambat dan tersembunyi, lebih dari bertahun-tahun.

Keparahan dan macam gejala bisa berubah-ubah secara signifikan di antara penderita Schizophrenia.

Secara umum, gejala terbagi dalam tiga kelompok utama; khayalan dan halusinasi; pikiran yang kacau dan tabiat yang aneh; dan dengan gejala yang minim dan negatif.

Orang mungkin mempunyai gejala dari satu atau ketiga kelompok tersebut. Gejala-gejala tersebut bisa cukup parah seperti mengganggu kemampuan untuk bergaul dengan orang lain, dan merawat diri sendiri.

Khayalan adalah kepercayaan palsu yang biasanya meliputi salah tafsir persepsi atau pengalaman. Misalnya, penderita Schizophrenia mungkin mengalami khayalan, percaya bahwa mereka sedang disiksa, diikuti, diperdayakan, atau dimata-matai.Mereka mungkin mempunyai referensi khayalan, percaya bahwa bagian dari buku, koran, atau syair lagu ditujukan secara khusus untuk mereka.

Mereka mungkin mempunyai khayalan pemikiran yang terbalik atau pikiran disisipi, percaya bahwa orang lain bisa membaca pikiran mereka, bahwa pikiran mereka sedang ditransfer ke orang lain, atau bahwa pikiran dan gerak hati mereka sedang dipaksakan pada oleh pihak lain.

Halusinasi baik, penglihatan, bau, rasa, atau sentuhan mungkin terjadi, meskipun halusinasi suara (halusinasi pendengaran) adalah yang sering terjadi.

Penderita mungkin “mendengar” suara yang mengomentari kelakuannya, berbicara dengan satu sama lain, atau membuat komentar kritis dan kasar terhadapnya.

Kekacauan pikiran berkaitan dengan pikiran yang berantakan, yang tampak kalau berbicara bertele-tele, bergeser dari satu topik kepada lainnya, dan kehilangan arah tujuannya. Kemampuan bicara mungkin dengan perlahan menjadi tak teratur atau betul-betul membingungkan dan tak dapat dipahami.

Kelakuan aneh mungkin berubah bentuk menjadi kebodohan kanak-kanak, kegelisahan, atau penampilan, kebersihan, atau berlagak yang tak pantas.


Kelakuan Catatonic motor adalah bentuk ekstrim tingkah laku yang aneh pada penderita dimana penderita berdiam dengan postur kaku dan melawan untuk dipindahkan atau, lebih parah lagi, berdiam diri tanpa maksud dan gerak motornya tak terangsang.

Gejala defisit atau negatif Schizophrenia termasuk tidak terpengaruh, kemunduran ketrampilan berbicara, anhedonia, dan antisosial.

Tidak terpengaruh seperti emosi yang datar. Mimik penderita mungkin tak beremosi; kontak mata buruk dan kesulitan mengekspresikan perasaan. Peristiwa yang umumnya membuat orang tertawa atau menangis tak diresponnya.

Kemunduran ketrampilan berbicara sesuai dengan kemunduran pemikiran yang menyebabkan penurunan keterampilan berbicara. Jawaban terhadap pertanyaan mungkin ketus, satu dua kata, membuat kesan kekosongan dalam.

Anhedonia merujuk pada ketidakmampuan menikmati kesenangan; penderita mungkin kurang tertarik pada hobinya dan melewatkan lebih banyak waktu tanpa tujuan.

Asosial adalah kurangnya ketertarikan untuk berhubungan dengan orang lain.

Gejala-gejala negatif ini sering dihubungkan dengan kehilangan motivasi, pencapaian maksud, dan cita-cita.\


DIAGNOSA

Tidak ada pengujian untuk mendiagnosa Schizophrenia. Seorang psikiater membuat diagnosa berdasarkan penilaian menyeluruh terhadap sejarah dan gejala penderita.

Untuk memperkuat diagnosa Schizophrenia, gejala harus ada sedikitnya 6 bulan dan berhubungan dengan menurunnya kinerja, sekolah, atau fungsi sosial.

Informasi dari keluarga, teman, atau guru sangat penting untuk menentukan kapan mulai sakit. Dokter akan mengesampingkan kemungkinan bahwa gejala kegilaan penderita disebabkan oleh kekacauan perasaan.

Pengujian laboratorium sering dilakukan untuk mengesampingkan penyalahgunaan bahan atau obat, atau kerusakan sistem endokren yang dapat menimbulkan efek psikosis.

Contoh kerusakan seperti tumor otak, ayan cuping temporal, penyakit autoimune, penyakit Huntington’s, penyakit hati, dan reaksi berlawanan dari obat.

Orang dengan Schizophrenia mempunyai otak abnormal yang dapat dilihat melalui alat pemindai tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging(MRI).Tetapi, kekurangannya adalah tak spesifik untuk mendiagnosa sizofrenia pada pasien perseorangan.
PENGOBATAN

Tujuan umum pengobatan adalah mengurangi keparahan gejala kegilaan, mencegah kekambuhan dari masa timbulnya gejala dan hal-hal yang berkaitan dengan kemunduran fungsi, dan memberikan dukungan untuk mencapai taraf hidup yang terbaik.

Obat antipsikosis, aktivitas rehabilitasi dan komunitas pendukung, dan psikoterapi adalah tiga komponen utama dalam pengobatan.

Obat antipsikosis efektif untuk mengurangi dan menghilangkan gejala seperti delusi, halusinasi dan pikiran yang kacau. Setelah gejala akut telah hilang, pemberian obat antipsikosis yang terus menerus untuk menghilangkan gejala secara menyeluruh.

Sayangnya, antipsikosis mempunyai efek samping yang berat seperti sedasi, kekakuan otot, tremor dan berat badan meningkat. Obat ini juga dapat menyebabkan tardive dyskinesia, suatu kekacauan gerakan yang tak disengaja sering ditandai dengan mengerutkan bibir dan lidah atau menulis diatas tangan atau kaki. Tardive dyskinesia tak akan hilang walau obat dihentikan. Jika kasus ini terjadi tak ada pengobatan yang efektif.

Sekitar 75 persen penderita merespon obat antipsikosis utama, seperti chlorpromazine, fluphenazine, haloperidol, atau thioridazine. Setengah lebih dari 25 persen penderita dapat dibantu oleh obat antipsikosis baru clozapine.

Karena clozapine mempunyai efek samping seperti menyerang atau menekan fungsi sumsum tulang. Biasanya obat ini digunakan hanya pada penderita yang tidak berespon terhadap obat antipsikosis lainnya. Penderita yang meminum obat ini harus diperiksa kandungan sel darah putihnya setiap minggu.

Penelitian untuk mencari obat yang tidak mempunyai efek samping yang serius seperti clozapine dilakukan. Risperidone sekarang sudah tersedia.

Psikoterapi adalah aspek pengobatan lain yang penting. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan kolaborasi antara pasien, keluarga dan dokter. Dengan demikian diharapkan penderita dapat belajar untuk memahami dan mengontrol penyakitnya, untuk minum obat sesuai resep dan mengatur stres yang dapat memperburuk penyakit.


PENCEGAHAN

Untuk waktu pendek (1 tahun), prognosis Schizophrenia berhubungan erat dengan bagaimana penderita menjalani pengobatan.

Tanpa pengobatan 70 hingga 80 persen penderita yang pernah menderita schizophrenia akan mengalami kekambuhan setelah 2 bulan berikutnya dari masa sakit yang lalu. Pemberian obat yang terus menerus dapat mengurangi tingkat kekambuhan hingga 30 persen.

Untuk jangka panjang, prognosis penderita schizophrenia bervariasi. Pada umumnya, sepertiga penderita mengalami kesembuhan yang berarti dan tetap, sepertiga pendeita mengalami sedikit perbaikan yang diselingi dengan kekambuhan dan sepertiga penderita kondisinya menjadi buruk dan permanen.

Faktor yang mempengaruhi prognosis yang baik meliputi mulai munculnya penyakit yang mendadak, menderita pada usia lanjut, mempunyai tingkat kemampuan yang baik dan berprestasi sebelum sakit, penyakit dengan jenis paranoid atau nondefisit.

Faktor yang mempengaruhi prognosis yang buruk meliputimenderita pada waktu muda, tingkat sosial dan kemampua yang rendah sebelum sakit, dari keluarga penderita schizophrenia, dan penyakit dengan jenis hebeprenic atau defisit.

10 persen kasus bunuh diri ada kaitannya dengan Schizophrenia . Rata-rata, schizophrenia mengurangi masa hidup penderita 10 tahun.
sumber



Sebuah minuman yang didesain khusus dan disebut dengan 'Tyrodep' ternyata sangat efektif digunakan sebagai pengobatan penyakit schizophrenia. Cairan kimia yang ada pada Tyrodep sangat tinggi kandungan asam amino yang berfungsi sebagai pengontrol cairan kimia yang ada pada otak.

Minuman 'Tyrodep' itu merupakan minuman yang didesain oleh para peneliti dari Oxford University dan sejumlah kalangan menyebut hasil penelitian ini merupakan sebuah terobosan penting. Diperkirakan satu juta orang di Inggris terkena schizophrenia dan kebanyakan dari mereka menggunakan obat antipsychotic untuk mengontrol dan mencoba mengobatinya.

Namun disadari bahwa penggunaan obat bisa menjadi penyebab dampak sampingan seperti penyakit Parkinson dan sejumlah gejala seperti rasa sakit dan kesulitan pergerakan secara permen pada mulut dan lidah. Bahkan dampak sampingan itu bisa mengurangi gairah sex. Tidak heran minuman ramuan khusus 'Tyrodep' disambut sangat baik dimana asam amino pada Tyrodep mampu mengurangi tingkat cairan kimia di otak yang disebut dengan `dopamine`.

Terlalu tingginya dopamine pada otak ini disebut-sebut sebagai penyebab sejumlah gejala kondisi maniak yang berujung pada Schizophrenia. Professor Guy Goodwin yang menjadi kepala tim peneliti dari Oxford University ini mengatakan Tyrodep dibuat dengan desain khusus yang bisa digunakan untuk lebih lanjut.

"Secara konvensional Antipsychotic bisa digunakan untuk mengelola penyakit mental seperti mania dan schizophrenia," ujar peneliti yang memperoleh dana penelitiannya dari the Wellcome Trust. "Meski dengan melakukan pengobatan konvensional itu bisa menyebabkan dampak sampingan."

Minuman Tyrodep yang kami kembangkan dan dilakukan dibawah pengawasan medis bisa digunakan untuk terapi lebih lanjut," tambah Guy Goodwin. "Tyrodep mungkin bisa diterima oleh kedua pihak, pasien dan tidak menimbulkan dampak sampingan."

Prof Goodwin mengatakan pengobatan konvensional antipsychotic beraksi untuk merusak produksi dopamine. Namun aksi itu bisa memicu timbulnya cairan kimia lain yang berusaha merusak sistem itu sendiri. Professor Goodwin menambahkan mungkin Tyrodep bisa digunakan dalam terapi Schizophrenia namun ia juga mengatakan masih diperlukan penelitian lebih lanjut agar bisa memberikan rekomendasi yang tepat untuk digunakan oleh pasien.

Marjorie Wallace, chief executive dari The mental health charity Sane optimis minuman Tyrodep bisa menguntungkan banyak penderita Schizophrenia. Kini profesor Goodwin dan para peneliti lainnya dari Oxford Universitu berharap bisa mengembangkan Tyrode secara massal dan menyebarkannya secara luas.

Salah satu timbulnya penyakit Schizophrenia menurut ahli dari Albert Einstein College of Medicine New York adalah kegagalan pada koneksi antar jaringan otak saat penderita masih kanak-kanak dan itu membuat ketidaknormalan seiring dengan makin meningkatnya usia. Bahkan disejumlah kasus schizophrenia tidak menunggu sang penderita sampai beranjak dewasa. (mydoc/tutut)

GANGGUAN DAN PENYAKIT KEJIWAAN

Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan kerapkali mengalami perasaan takut, cemas, sedih, bimbang, dan sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit kejiwaan akrab diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi: (1) neurosis; dan (2) psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi enam macam, selain dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang lainnya yaitu: psikosomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.

Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih menyadari atas kondisi dirinya yang tengah terganggu. Cirri-ciri neurosis ini antara lain: (1) wawasan yang tak lengkap mengenai sifat-sifat dan kesukarannya; (2) mengalami konflik batin; (3) menampakkan reaksi kecemasan; (4) adanya kerusakan parsial pada aspek-aspek kepribadian..

Neurosis dapat muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Neurasthenia, yaitu gangguan yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang kronis sekalipun tidak ditemukan sebab-sebab fisik; (2) Histeria, gangguan jiwa yang ditandai ketidakstabilan emosi, represi, disasosiasi, dan sugestibilitas. Hysteria ini bisa berwujud kelumpuhan atau cramp sebagian anggota badan, hilang kesanggupan bicara, hilang ingatan, kepribadian ganda, mengelana tidak sadar (fugue), atau berjalan-jalan dalam keadaan tidur (somnabulism); (3) Psychasthenia, gangguan jiwa yang ditandai ketidakmampuan diri tetap dalam keadaan integrasi yang normal. Jenis ini antara lain bisa tampil dalam bentuk phobia (takut yang tidak masuk akal), obsesi, dan kompulsi.

Neurosis terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor organis fisis, faktor psikis dan struktur kepribadian, atau bisa juga karena faktor milieu atau lingkungan. Tetapi yang jelas, terganggunya mental dapat berpengaruh kepada perasaan, pikiran, kelakuan, dan juga kesehatan tubuh.

Sementara psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan cirri-ciri sebagai berikut: (1) mengalami disorganisasi proses pikiran; (2) gangguan emosional; (3) disorientasi waktu, ruang, dan person; (4) terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi.

Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian; (2) Paranoia, yaitu gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya; dan (3) maniac depressive psychosis, yakni perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih.

Dalam khazanah keislaman, dikenal beragam bentuk penyakit kejiwaan. Diantaranya telah dicatatkan oleh al-Ghazali, yaitu: riya’ (pamer), jidl (suka debat), khusumat (suka bermusuhan), kidzb (dusta), ghibbah (suka cari kesalahan orang), namimah (adu domba), ghadhab (pemarah), hasud (suka menghasut), hubbud-dunya (matre), bakhil (pelit), kibr (sombong), dan ghurur (lalai urusan akhirat karena urusan dunia).

Ditinjau dari perspektif al-Qur’an, psikopatologi ini timbul karena manusia tidak mau mempergunakan potensi jasmani maupun rohani yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya secara baik. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (al-A’raf, VII: 179).

Source:
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.



-->




Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan kerapkali mengalami perasaan takut, cemas, sedih, bimbang, dan sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit kejiwaan akrab diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi: (1) neurosis; dan (2) psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi enam macam, selain dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang lainnya yaitu: psikosomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.


Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih menyadari atas kondisi dirinya yang tengah terganggu. Cirri-ciri neurosis ini antara lain: (1) wawasan yang tak lengkap mengenai sifat-sifat dan kesukarannya; (2) mengalami konflik batin; (3) menampakkan reaksi kecemasan; (4) adanya kerusakan parsial pada aspek-aspek kepribadian..







Neurosis dapat muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Neurasthenia, yaitu gangguan yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang kronis sekalipun tidak ditemukan sebab-sebab fisik; (2) Histeria, gangguan jiwa yang ditandai ketidakstabilan emosi, represi, disasosiasi, dan sugestibilitas. Hysteria ini bisa berwujud kelumpuhan atau cramp sebagian anggota badan, hilang kesanggupan bicara, hilang ingatan, kepribadian ganda, mengelana tidak sadar (fugue), atau berjalan-jalan dalam keadaan tidur (somnabulism); (3) Psychasthenia, gangguan jiwa yang ditandai ketidakmampuan diri tetap dalam keadaan integrasi yang normal. Jenis ini antara lain bisa tampil dalam bentuk phobia (takut yang tidak masuk akal), obsesi, dan kompulsi.







Neurosis terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor organis fisis, faktor psikis dan struktur kepribadian, atau bisa juga karena faktor milieu atau lingkungan. Tetapi yang jelas, terganggunya mental dapat berpengaruh kepada perasaan, pikiran, kelakuan, dan juga kesehatan tubuh.







Sementara psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan cirri-ciri sebagai berikut: (1) mengalami disorganisasi proses pikiran; (2) gangguan emosional; (3) disorientasi waktu, ruang, dan person; (4) terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi.







Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian; (2) Paranoia, yaitu gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya; dan (3) maniac depressive psychosis, yakni perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih.







Dalam khazanah keislaman, dikenal beragam bentuk penyakit kejiwaan. Diantaranya telah dicatatkan oleh al-Ghazali, yaitu: riya’ (pamer), jidl (suka debat), khusumat (suka bermusuhan), kidzb (dusta), ghibbah (suka cari kesalahan orang), namimah (adu domba), ghadhab (pemarah), hasud (suka menghasut), hubbud-dunya (matre), bakhil (pelit), kibr (sombong), dan ghurur (lalai urusan akhirat karena urusan dunia).







Ditinjau dari perspektif al-Qur’an, psikopatologi ini timbul karena manusia tidak mau mempergunakan potensi jasmani maupun rohani yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya secara baik. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (al-A’raf, VII: 179).







Source:

Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

GANGGUAN DAN PENYAKIT KEJIWAAN



-->

Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan kerapkali mengalami perasaan takut, cemas, sedih, bimbang, dan sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit kejiwaan akrab diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi: (1) neurosis; dan (2) psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi enam macam, selain dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang lainnya yaitu: psikosomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.

Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih menyadari atas kondisi dirinya yang tengah terganggu. Cirri-ciri neurosis ini antara lain: (1) wawasan yang tak lengkap mengenai sifat-sifat dan kesukarannya; (2) mengalami konflik batin; (3) menampakkan reaksi kecemasan; (4) adanya kerusakan parsial pada aspek-aspek kepribadian..

Neurosis dapat muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Neurasthenia, yaitu gangguan yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang kronis sekalipun tidak ditemukan sebab-sebab fisik; (2) Histeria, gangguan jiwa yang ditandai ketidakstabilan emosi, represi, disasosiasi, dan sugestibilitas. Hysteria ini bisa berwujud kelumpuhan atau cramp sebagian anggota badan, hilang kesanggupan bicara, hilang ingatan, kepribadian ganda, mengelana tidak sadar (fugue), atau berjalan-jalan dalam keadaan tidur (somnabulism); (3) Psychasthenia, gangguan jiwa yang ditandai ketidakmampuan diri tetap dalam keadaan integrasi yang normal. Jenis ini antara lain bisa tampil dalam bentuk phobia (takut yang tidak masuk akal), obsesi, dan kompulsi.

Neurosis terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor organis fisis, faktor psikis dan struktur kepribadian, atau bisa juga karena faktor milieu atau lingkungan. Tetapi yang jelas, terganggunya mental dapat berpengaruh kepada perasaan, pikiran, kelakuan, dan juga kesehatan tubuh.

Sementara psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan cirri-ciri sebagai berikut: (1) mengalami disorganisasi proses pikiran; (2) gangguan emosional; (3) disorientasi waktu, ruang, dan person; (4) terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi.

Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian; (2) Paranoia, yaitu gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya; dan (3) maniac depressive psychosis, yakni perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih.

Dalam khazanah keislaman, dikenal beragam bentuk penyakit kejiwaan. Diantaranya telah dicatatkan oleh al-Ghazali, yaitu: riya’ (pamer), jidl (suka debat), khusumat (suka bermusuhan), kidzb (dusta), ghibbah (suka cari kesalahan orang), namimah (adu domba), ghadhab (pemarah), hasud (suka menghasut), hubbud-dunya (matre), bakhil (pelit), kibr (sombong), dan ghurur (lalai urusan akhirat karena urusan dunia).

Ditinjau dari perspektif al-Qur’an, psikopatologi ini timbul karena manusia tidak mau mempergunakan potensi jasmani maupun rohani yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya secara baik. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (al-A’raf, VII: 179).

GANGGUAN DAN PENYAKIT KEJIWAAN

Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan kerapkali mengalami perasaan takut, cemas, sedih, bimbang, dan sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit kejiwaan akrab diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi: (1) neurosis; dan (2) psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi enam macam, selain dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang lainnya yaitu: psikosomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.

Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih menyadari atas kondisi dirinya yang tengah terganggu. Cirri-ciri neurosis ini antara lain: (1) wawasan yang tak lengkap mengenai sifat-sifat dan kesukarannya; (2) mengalami konflik batin; (3) menampakkan reaksi kecemasan; (4) adanya kerusakan parsial pada aspek-aspek kepribadian..

Neurosis dapat muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Neurasthenia, yaitu gangguan yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang kronis sekalipun tidak ditemukan sebab-sebab fisik; (2) Histeria, gangguan jiwa yang ditandai ketidakstabilan emosi, represi, disasosiasi, dan sugestibilitas. Hysteria ini bisa berwujud kelumpuhan atau cramp sebagian anggota badan, hilang kesanggupan bicara, hilang ingatan, kepribadian ganda, mengelana tidak sadar (fugue), atau berjalan-jalan dalam keadaan tidur (somnabulism); (3) Psychasthenia, gangguan jiwa yang ditandai ketidakmampuan diri tetap dalam keadaan integrasi yang normal. Jenis ini antara lain bisa tampil dalam bentuk phobia (takut yang tidak masuk akal), obsesi, dan kompulsi.

Neurosis terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor organis fisis, faktor psikis dan struktur kepribadian, atau bisa juga karena faktor milieu atau lingkungan. Tetapi yang jelas, terganggunya mental dapat berpengaruh kepada perasaan, pikiran, kelakuan, dan juga kesehatan tubuh.

Sementara psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan cirri-ciri sebagai berikut: (1) mengalami disorganisasi proses pikiran; (2) gangguan emosional; (3) disorientasi waktu, ruang, dan person; (4) terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi.

Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian; (2) Paranoia, yaitu gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya; dan (3) maniac depressive psychosis, yakni perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih.

Dalam khazanah keislaman, dikenal beragam bentuk penyakit kejiwaan. Diantaranya telah dicatatkan oleh al-Ghazali, yaitu: riya’ (pamer), jidl (suka debat), khusumat (suka bermusuhan), kidzb (dusta), ghibbah (suka cari kesalahan orang), namimah (adu domba), ghadhab (pemarah), hasud (suka menghasut), hubbud-dunya (matre), bakhil (pelit), kibr (sombong), dan ghurur (lalai urusan akhirat karena urusan dunia).

Ditinjau dari perspektif al-Qur’an, psikopatologi ini timbul karena manusia tidak mau mempergunakan potensi jasmani maupun rohani yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya secara baik. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (al-A’raf, VII: 179).

Source:
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Penderita Sakit Jiwa Meningkat di Indonesia


Hanya 40 Persen Pasien Gangguan Jiwa Bisa Sembuh

JAKARTA - Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia sejak krisis moneter
dinilai meningkat. Tercatat tiga bulan belakangan ini, sebanyak 1.200 warga
Jakarta datang memeriksakan diri ke berbagai dokter dan rumah sakit jiwa karena
menderita gangguan jiwa.

"Banyak orang yang mengalami gangguan jiwa, tetapi tidak semua mau datang untuk
berobat ke rumah sakit jiwa. Umumnya yang datang ke rumah sakit jiwa itu, ketika
pasien sudah dalam taraf gangguan jiwa berat", ujar Dr H Aminullah Sp KjMM,
Ketua Ikatan Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI), kepada wartawan, di sela-sela
acara Konferensi Nasional Keperawatan Kesehatan Jiwa I di Bogor, Kamis (30/9).

Menurut Aminullah, mereka yang datang ke rumah sakit jiwa itu umumnya mulai dari
gejala gangguan kejiwaan ringan sampai berat. Sementara upaya pengobatan dari
100 persen tidak mungkin dilakukan. Terhadap para penderita gangguan jiwa itu,
hanya 30 sampai 40 persen pasien gangguan jiwa bisa sembuh total, 30 persen
harus tetap berobat jalan, dan 30 persen lainnya harus menjalani perawatan
institusional, atau diinapkan di panti-panti.

Dibanding ratio dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang telah
mengalami gangguan kejiwaan ringan sampai berat telah mencapai 18,5 persen.

Akibatnya, kreatifitas masyarakat Indonesia menjadi rendah. Harus diwaspadai,
sulit tidur saja, itu sudah merupakan gejala gangguan kejiwaan. Walaupun
kadarnya masih ringan. "Tapi itu tak bisa dibiarkan, karena akan berkembang ke
tahap yang lebih menjurus ke penyakit jiwa lebih berat. Jika si penderita sulit

tidur ini terus menerus mengalami stressor, gangguan akibat tekanan kehidupan
dan persaingan keras di kota besar Jakarta, maupun di kota-kota besar lainnya di
Indonesia," ujarnya.

Aminullah menjelaskan, gangguan kejiwaan seseorang itu bisa terdekteksi secara
dini dengan melihat tiga aspek yakni, kurang mampu kreativitas, gangguan di
dalam fungsi sosialnya serta adaptasinya yang terganggu. Yang menyebabkan orang
menderita gangguan jiwa itu, diantaranya akibat gangguan biologis dan pola asuh
secara psikologis terhadap orang yang terditeksi secara dini.

Dalam kondisi sekarang ini, lanjutnya, banyak orang yang mengalami gangguan
kejiwaan, lebih dahulu mendatangi atau berobat alternatif. Setelah mengalami
tahapan berat, baru mendatangi dokter atau rumah sakit jiwa. Padahal, jika sejak
awal keluarga paasien telah berani konsultasi dengan ahli kejiwaan, sehingga
sejak dini sudah bisa diketahui penyebabnya, termasuk pengobatannya bisa
berjalan cepat.

Achir Yani Hamiod DNSc, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia menambahkan,
gangguan kejiwaan terdiri dari tiga faktor, yang disebut biopsychososial
spiritual. Yaitu gangguan biologik yang mengakibatkan kemampuan otak berkurang.
Kemudian gangguan psikologik yang umunya dialami para anak-anak sekarang atau
anak masa depan, dengan kerasnya persaingan hidup dan semakin merebaknya alih
teknologi dan ilmu saat ini.

Disini sangat memerlukan asuhan dan perawatan para orangtua, yang berawal dari
kepribadian anak yang rendah diri atau tidak mempunyai kepercayaan diri, yang
umumnya akibat stressor berat dan berlanjut ke taraf rasa kegelisahan tinggi..
Sedangkan faktor ketiga, gangguan sosial budaya.

Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Marzoeki Mahdi Bogor, Dr.
Djunaedi Cakrawerdadja mengatakan, orang yang terganggu jiwanya dan berobat ke
RSJ MM Bogor juga meningkat. Tercatat pasien yang datang untuk berobat di RSJ
Bogor itu mencapai 450 orang lebih. Dari jumlah itu, 50 orang adalah pasien
pecandu narkoba dengan terinfeksi penyakit Hepatitis C mencapai 80 persen dan
terinfeksi HIV mencapai 60 persen.

Sedangkan 350 orang pasien karena gangguan jiwa dan 50 orang lainya bersifat
penayanan umum di Rumah Sakit Jiwa(RSJ) MM Bogor. "Memang untuk kasus narkoba,
secara nasional terjadi pula trend peningkatan, dan umumnya terjangkit hepatitis
c dan HIV akibat peralatan seperti jarum suntik saat mengonsumsi narkoba tidak
steril," ujar Djunaedi.

Ketua Panitia Konferensi Nasional Keperawatan Kese-hatan Jiwa I , Dr.Budi Anna
Keliat Skp MapSc, mengatakan, konferensi yang diikuti oleh sedikitnya 200 orang
tenaga medis dan para medis bidang kejiwaan, utusan rumah sakit jiwa, rumah
sakit umum dan puskesmas se Indonesia ini akan dijadikan ajang kesepakatan dan
kesepahaman seluruh tenaga medis dan para medis bidang kejiwaan, pentingnya
sosialisasi gangguan jiwa terhadap masyarakat dan keluarga. Karena saat ini,
penanganan masalah gangguan kejiwaan, dilakukan secara holistik.

Sehingga, harus ditangani sejak dini. Karena banyak kasus, pasien penderita
gangguan kejiwaan, datang setelah dua tahun menderita. Walau, umumnya keluarga
para penderita itu, selalu mengaku baru satu pekan. Mulai si penderita mengalami
gangguan ringan, seperti siswa mulai malas sekolah, gangguan menyesuaikan diri,
kemudian gangguan interpersonal atau hubungan/interaksi kerjasama dengan orang
lain, sampai yang terakhir ketika penderita mulai mengalami gangguan realitas
dan halusinasi.

"Inilah yang selalu dilakukan pihak keluarga, saat penderita sudah mencapai
taraf gangguan realitas di barengi halusinasi, baru datang ke dokter atau rumah
sakit jiwa. Keluhan keluarga penderita yang melakukan hal itu, akan
memperpanjang rendahnya produktivitas masyarakat Indonesia," ujar Budi Anna.
(126)

Skizofrenia
Apa sebenarnya skizofrenia? Siapa saja yang bisa terkena penyakit yang menyerang otak ini? Bagaimana penyakit ini menyerang manusia? Apa saja gejalanya? Pertanyaan-pertanyaan ini kerap melingkupi kaum awam atau keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia.

Menurut situs resmi www.schizophrenia.com, skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia.

Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.

Bahkan, faktor genetik tampaknya sangat dominan. Menurut penelitian, apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap skizofrenia. Apabila ada salah satu saudara sekandung yang menderita, maka anak berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%.

Lantas bagaimana dengan saudara kembar? Apabila tidak kembar identik, maka potensinya 5%-10%, sementara untuk anak kembar identik potensi menderita skizofrenia sebesar 25%-45%. Sedangkan jika penderita skizofrenia adalah salah satu dari kedua orang tua, maka anak berpotensi sebesar 15%-20%. Skizofrenia bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan yang mengidap penyakit ini adalah mereka yang berusia 20 hingga awal 30-an tahun. Sementara pada kelompok jenis kelamin laki-laki lebih dini, yakni akhir usia remaja hingga awal 20-an tahun.


Gejala dan Penanganan
Skizofrenia


Gejala penderita skizofrenia antara lain:

* Delusi
* Halusinasi
* Cara bicara/berpikir yang tidak teratur
* Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotivasi, muram, perhatian menurun

Penanganan:


* Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan
* Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya.
* Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh.
* Perawatan yang dilakukan para ahli bertujuan mengurangi gejala skizpofrenik dan kemungkinan gejala psychotic.
* Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.

> Sebagai kenangan dan doa tuk mengantar kesembuhan kakak kami yang
> menderita schizophrenia sejak 7 tahun yang lalu.
> Sebuah pribadi sederhana, humoris dan penuh solidaritas, bahkan dalam
> keterbatasannya sebagai seorang guru honorer lepas pada STM pinggiran
> Jakarta.
> ----------------------------------------------------
> Apakah Schizophrenia itu?
>
> Schizophrenia adalah penyakit yang sangat dahsyat. Sebagian penelitian
> menyebutkan gangguan kejiwaan ini disebabkan adanya
> ketidakseimbangan kimiawi pada otak penderita, hubungan genetik, infeksi
> virus pada otak dsb. Kenyataannya schizophrenia belum ada obatnya, dan
> belum diketahui penyebabnya secara pasti. Namun penelitian membuktikan
> penyakit ini memiliki dasar biologis yang kuat seperti halnya penyakit
> jantung, diabetes dll.
>
> Penyakit ini juga bukan disebabkan oleh salah asuh, salah didik dan
> keluarga yang broken home. Ia bisa diderita oleh siapa saja, bahkan oleh
> keluarga yang paling normal sekalipun. Fakta statistik menunjukkan bahwa
> schizophrenia diderita oleh sekitar 1 persen dari populasi. Jadi, sekitar
> 2 juta orang dari 200 juta penduduk Indonesia. Dimana munculnya dimulai
> pada usia antara 16-30 tahun.
>
> Yang luar biasa dari penyakit ini adalah, bahwa ia tidak hanya
> menghancurkan kondisi psikologis dan fisik penderita, tapi juga
> membawa kerusakan pada sendi-sendi keluarga dan masyarakat. Di
> negara-negara maju mereka menyebutnya "Killer of the Young People" karena
> menghancurkan produktivitas kaum muda.
>
> Meski dapat disembuhkan melalui therapi yang panjang. Tapi jalan menuju
> kesembuhan seringkali merupakan proses yang melelahkan dan menghabiskan
> harapan. Bahkan ada penderita yang menghabiskan belasan tahun bertarung
> menghadapi schizophrenia. Sebagian lainnya mungkin tidak pernah sembuh dan
> berkeliaran seperti mayat hidup di jalan-jalan.
>
> Stigmatisasi
>
> Menyedihkan sekali bahwa penyakit yang luar biasa dahsyat ini tidak
> mendapat banyak perhatian baik dari pemerintah maupun dari masyarakat
> sendiri meskipun persentase penderitanya cukup besar.
>
> Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan kejiwaan juga menekan para
> penderita pada lapisan terbawah struktur sosial. Akibatnya semakin banyak
> diskriminasi dan makin terpinggirkannya orang-orang malang ini. Yang
> artinya semakin dahsyat juga penderitaan yang dialami oleh penderita dan
> keluarganya.
>
> Misalnya, anggapan bahwa orang gila semuanya bodoh, atau orang gila
> membahayakan orang yang waras. Padahal penelitian membuktikan bahwa banyak
> di antara penderita schizophrenia ber IQ tinggi bahkan di atas rata-rata.
> Penelitian lain mengatakan orang yang mengalami gangguan kejiwaan lebih
> rentan mengalami pelecehan dan tindak kekerasan dari
> orang normal daripada sebaliknya.
>
> Stigma semacam ini sangat menyulitkan penderita mencari pekerjaan yang
> layak. Sedangkan biaya pengobatan sangat-sangat mahal ditambah lagi krisis
> ekonomi yang makin menghimpit. Akhirnya banyak penderita tidak mampu
> menjangkau pengobatan yang memadai.
>
>
> How to help?
>
> Ada jutaan keluarga yang sedang berjuang menghadapi Schizophrenia. Banyak
> yang tidak mampu mendapatkan pengobatan yang memadai. Dan lebih banyak
> lagi yang tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi sehingga tidak
> mendapatkan pengobatan yang tepat.
>
> Kita mungkin tidak akan dapat sepenuhnya membantu mereka. Tapi akan sangat
> membantu bila setidaknya mereka tahu apa yang sedang mereka hadapi. Dan
> tahu ada orang lain yang juga sedang mengalaminya. Sehingga mereka bisa
> berbagi perasaan, pengalaman dan saling membantu satu sama lain.
>
> Untuk itu kami mengajak rekan-rekan yang peduli untuk membantu mewujudkan
> proyek:
> "HOSPITAL without WALL - SCHIZOPHRENIA.WEB.ID"
>
> Sebuah self help initiatives project, membangun pusat informasi
> schizophrenia Indonesia di internet. Melalui aktivitas penerjemahan
> dan penerbitan informasi tentang schizophrenia di World Wide Web. Serta
> menghubungkan penderita dan keluarganya diseluruh Indonesia.
>
> Caranya:
> 1. Dengan mengunjungi website kami : http://www.schizophrenia.web.id
> 2. Membaca informasi yang ada (sangat bermanfaat bahkan buat yang tidak
> mengalami)
> 3. Mencoba memahami, peduli, menerima keberadaan mereka.
> 4. Isi guestbooknya, biar kami tambah semangat :)
> 5. Bergabung sebagai volunteer untuk proyek kami.
> 6. BANTU MEMPROMOSIKAN KEBERADAAN KAMI DENGAN MEMFORWARD/MENGIRIMKAN
> EMAIL INI KE SEMUA REKAN-REKAN ANDA !!!!